Sarapan

Pagi ini saya sarapan sambal boran khas Lamongan. Sedianya sambal (bumbu) ini untuk saya santap sahur karena berpuasa hari ini. Namun pas bangun pagi tadi, shalat Subuh di masjid sudah rampung. 

Artinya, waktu sahur sudah lewat. Saya batal puasa sebab tak kuat kalau tanpa didahului makan sahur. 

Setelah makan beberapa suap, barulah teringat ada setengah papan tempe di kulkas. Tempe ini khas, produk yang dijajakan tetangga dekat rumah--perantau asal Bogor yang ulet. Cukup direndam di air garam lalu digoreng pun sudah sangat nikmat.
 
"Lupa ya punya tempe, harusnya digoreng dulu. Pas banget buat teman sambal boran," ujarku spontan.

Lauk pendamping seperti empuk dan urap sudah tandas, jadi butuh lauk gurih selain sebutir telur goreng. 

"Apalagi kalau ada emping!" sergahku lagi seolah ngelunjak.

Dari dapur Bunda Xi menimpali, "Dasar manusia, sudah bisa makan masih butuh ini itu buat pelengkap!" singkat dan aku langsung tersindir.

Kulanjutkan makan sampai habis karena mesti bergegas antar si bungsu ke sekolah. Kalau dipikir-pikir, emang betul sih, manusia kadang ngelunjak. Minta ini minta itu padahal sudah dapat banyak banget. 

Berbagai kenikmatan dan fasilitas hidup kerap terabaikan karena nafsu. Perasaan kurang menggerogoti diri sendiri lantaran ingin sesuatu yang berlebih. 

Mendadak teringat sepenggal lagu Cak Nun:

Ketika belum, kepingin sudah 
ketika sudah, kepingin tambah 
Sesudah ditambahi, kepingin lagi 
Kepingin lagi dan lagi

Jangkrik, saya sudah terbawa nafsu buat makan berlebihan. Tapi, ini bukan soal sarapan....
   

 

Post a Comment

0 Comments